Munculnya wacana dari sebagian pelaku industri pengguna gas bumi agar pemerintah mengizinkan impor sendiri gas alam cair,(Liquefied Natural Gas/LNG) dengan alasan bisa mendapatkan harga lebih murah dikatakan bukan solusi
“Ya kalau lebih baik, lakukan saja impor. Biar merasakan bahwa ada banyak komponen biaya tambahan dan fluktuasi harga karena harga komoditas LNG merujuk ke indeks harga minyak (linked to oil price) ,” ujar Pengamat Bidang Ekonomi Energi yang juga Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro kepada wartawan, Kamis (9/1/2025).
Komaidi khawatir dengan masih adanya pemahaman dari pelaku industri pengguna gas bumi yang menilai harga produk gas alam di negara lain seperti di Amerika Serikat lebih murah, sehingga bisa menguntungkan jika dibeli sendiri kemudian dibawa ke Indonesia.
Faktanya, Komaidi menegaskan, terdapat banyak komponen biaya untuk mendatangkan gas ke dalam negeri dalam bentuk LNG.
“Ada biaya transportasi, ada proses supaya diubah menjadi gas untuk digunakan, dan biaya lainnya. Intinya ada banyak komponen biaya additional,” tegasnya. Selain itu, pelaku industri juga harus siap menanggung kewajiban take or pay dan beban keuangan lainnya yang dikenakan oleh penjual LNG.
Setidaknya, lanjut Komaidi, terdapat empat tahapan atau proses yang seluruhnya menjadi biaya tambahan dalam upaya regasifikasi untuk memanfaatkan gas alam dari sumber yang tidak terdapat infrastruktur pipa sehingga diubah menjadi LNG. Hal ini yang menciptakan kewajaran bahwa harga LNG lebih mahal dibandingkan gas pipa.
“Tapi kalau mau dicoba impor ya monggo (silakan). Biar para pengusaha itu mengetahui apakah domestik ini harganya mahal atau tidak,” ucapnya.
Harga LNG berkisar di antara USD16 sampai USD17 per MMBTU. Sedangkan harga gas pipa, di luar dari program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang dipatok USD6 per MMBTU, berkisar antara USD10 sampai USD11 per MMBTU.
Dari perbedaan harga tersebut, Komaidi memahami jika industri para pengguna gas bumi menilai harga LNG mahal. “Domestik selama ini pakai gas pipa. Tapi terus terbatas, berkurang,” imbuhnya.
Penurunan pasokan gas bumi pipa dimaksud adalah karena terjadi natural decline di sejumlah sumur tua yang sudah terhubung dengan infrastruktur pipa gas. Salah satunya terjadi pengurangan produksi gas bumi di Blok Corridor.
Maka pihak seperti PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang selama ini berkomitmen untuk terus memenuhi kebutuhan energi para pelanggan berinisiatif mencari sumber gas bumi lainnya yang belum terjangkau oleh infrastruktur pipa yang notabene berada di Indonesia Timur. Situasi ini mendorong dilakukannya regasifikasi menjadi LNG supaya bisa dioptimalkan para pelanggan.
Produk LNG ini ditawarkan PGN kepada para pelanggan industri jika penggunaan gas pipa yang jumlahnya semakin terbatas telah melebihi kuota yang telah ditetapkan. Maka LNG menjadi kebutuhan sekaligus solusi untuk menjaga industri tetap bisa produktif di tengah terbatasnya pasokan energi melalui pipa.