Pembuat Nuklir, Kalimantan Barat dinyatakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai salah satu wilayah dengan potensi energi yang beragam. Salah satu sumber energi yang tersimpan di Kalimantan adalah nuklir. Berdasarkan dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2025-2034, Kalimantan Barat digadang-gadang memiliki berbagai sumber energi. Di antaranya adalah tenaga air, biomassa, biogas, batu bara, hingga uranium dan thorium yang dapat dimanfaatkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
RI Punya ‘Harta Karun’ Pembuat Nuklir di Kalimantan– Seperti diketahui, dokumen tersebut menjelaskan, pembangunan dan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) perlu memenuhi sejumlah persyaratan penting. Syarat yang dimaksud antara lain menjamin ketersediaan pasokan bahan bakar nuklir, sistem pengelolaan limbah radioaktif yang aman, serta sistem pengendalian dan pengawasan ketat sesuai standar yang ditetapkan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) dan regulasi domestik.
RI Punya ‘Harta Karun’ Pembuat Nuklir di Kalimantan
Indonesia tak hanya kaya akan sumber daya alam umum seperti minyak, gas, dan batu bara—rupanya juga menyimpan “harta karun nuklir” berupa uranium dan thorium, khususnya di Kalimantan. Dari berbagai laporan dan data resmi, terungkap bahwa wilayah ini menyimpan potensi bahan bakar nuklir yang sangat besar untuk masa depan energi bersih dan berkelanjutan.
Ringkasan Poin Utama
-
Cadangan uranium besar: sekitar 17.005 ton di Kalimantan Barat, 17.861 ton di Kalimantan Timur.
-
Thorium pun melimpah: potensi hingga ratusan ribu ton tersebar di Bangka, Kalimantan Barat–Tengah, Sulawesi.
-
Regulasi dan kesiapan: regulasi eksplorasi telah diperbarui (PP No. 42/2022 dan 52/2022), namun teknologi dan infrastruktur PLTN masih berkembang
-
Potensi PLTN mini (SMR): wacana pengembangan reaktor mini sebagai solusi energi terbuka di Kalimantan.
-
Tantangan sosial–lingkungan: konflik lahan adat, kekhawatiran radiasi, perlu kajian matang.
Berapa Banyak “Harta Karun” di Kalimantan?
Cadangan uranium
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) mencatat deposit uranium di Kalimantan Barat sebanyak 17.005 ton, dan di Kalimantan Timur sekitar 17.861 ton. Bila digabung, totalnya mendekati 35.000 ton—cukup untuk mendukung bahan bakar PLTN selama beberapa dekade.
Thorium: bahan bakar masa depan
Selain itu, Indonesia memiliki cadangan thorium antara 210.000–280.000 ton, tersebar di Bangka, Kalbar, Kalteng, hingga Sulawesi . Thorium menarik karena menghasilkan limbah radioaktif lebih sedikit dibanding uranium, dan efisiensi energi lebih tinggi.
Regulasi & Teknologi: Siapkah Indonesia?
Sebelumnya, eksplorasi komersial bahan nuklir dibatasi hanya untuk riset, namun kini PP No. 42 dan 52 Tahun 2022 membuka peluang bagi perusahaan lokal dan asing menggarap uranium/thorium .
Meski demikian, teknologi untuk penggunaan thorium—seperti reactor PLTT (Pembangkit Listrik Tenaga Thorium)—masih dalam tahap pengembangan global, dan belum ada negara yang menerapkannya secara penuh .
Di sisi lain, muncul wacana pengembangan mini nuclear reactor atau Small Modular Reactor (SMR) di Kalimantan Barat. Para pemangku kebijakan, seperti Komisi VII DPR dan PLN, tertarik dengan teknologi ini karena skalanya lebih kecil, biaya lebih terjangkau, serta lebih fleksibel .
Kelebihan dan Kekurangan Energi Nuklir dari Kalimantan
Kelebihan
-
Energi baseload: PLTN mampu menyediakan listrik stabil selama 24 jam, cocok untuk kebutuhan industri dan pertumbuhan IKN calon Ibu Kota Nusantara.
-
Emisi rendah: dibanding batubara, nuklir menghasilkan lebih sedikit emisi karbon. Thorium pun dianggap lebih ramah lingkungan .
-
Diversifikasi sektor: nuklir tak hanya untuk listrik, tapi juga untuk kesehatan (radiologi), industri, dan pertanian, seperti pengembangan varietas padi di Kalbar .
Kekurangan
-
Investasi dan waktu tinggi: pembangunan PLTN—terutama skala besar—memakan waktu lama dan biaya besar .
-
Risiko dan keselamatan: kekhawatiran radiasi, limbah jangka panjang, serta potensi kecelakaan seperti Chernobyl/Fukushima masih membayangi .
-
Masalah sosial & lahan: konflik dengan masyarakat adat terkait lahan ulayat bisa menimbulkan gesekan, serta masalah perlindungan budaya .
Data & Proyeksi Pengembangan Nuklir RI
Menurut Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), PLTN pertama ditargetkan COD (Commercial Operation Date) pada 2032, dan akan berkembang menjadi 45–54 GW pada tahun 2060 . Indonesia merencanakan infrastruktur nuklir skala besar dan SMR untuk memenuhi target bauran energi maju.
Tanggapan Publik & Pro dan Kontra
Berbagai pihak mengemukakan suara pro dan kontra:
-
Publik optimis:
“Fun fact, West Kalimantan is one of the first Indonesian region that will go Nuclear.”
“Gak cuman untuk riset. Reaktor nuklir tersebut juga untuk memproduksi isotop keperluan medis dan industri.” -
Publik skeptis:
Kekhawatiran soal disiplin operasional, manajemen limbah, dan budaya korupsi juga disuarakan:“This is why people doesn’t trust PLTN. Not the nuclear itself, but the people running it.”
Rekomendasi Strategis untuk RI
Perkuat regulasi & tata kelola
Pastikan regulasi nuklir dipatuhi, termasuk jaminan keamanan, pengawasan Bapeten, dan transparansi pengelolaan limbah.
Kembangkan teknologi SMR dulu
Karena lebih cepat dibangun dan berskala kecil, SMR bisa menjadi percontohan dan membuka jalan untuk PLTN komersial masa depan.
Sosialisasi dan edukasi masyarakat
Kurangi ketakutan dan stigma terhadap nuklir dengan pendekatan inklusif, dialog terbuka, serta dukungan edukasi di daerah.
Lakukan studi sosial-budaya dan lingkungan
Seperti di usulan The Conversation, lakukan kajian panjang sebelum mengeksekusi mega‑proyek nuklir, agar tidak memicu konflik sosial .
-
Diversifikasi energi
Gabungkan nuklir dengan energi terbarukan lain (surya, air, panas bumi) agar bauran energi tetap seimbang dan aman.
Kesimpulan
Kalimantan bukan hanya kaya emas dan minyak—masih ada harta tersembunyi berbentuk uranium dan thorium dalam jumlah besar. Dengan regulasi yang makin mendukung dan teknologi nuklir canggih seperti SMR, Indonesia punya peluang besar mengintegrasi energi nuklir ke dalam bauran energi nasional.